>

Minggu, 25 Desember 2011

Sebuah Cerita - Nasehat Bunda

Malam begini aku masih termenung sendiri di ujung kamar. Terbayang dengan semua yang telah terjadi hari ini dan hari yang telah kulewati sebelumnya. Semua sungguh membuatku frustasi. Yaa…hari ini aku baru saja putus cinta. Dengan terpaksa aku harus melepas dirinya.

Dialah Aga. Salah satu seniorku di fakultas kedokteran. Aku memang mahasiswa baru tahun ini. Aga adalah seniorku yang berbeda 1 tahun. Beruntung sekali aku bisa menembus fakultas kedokteran yang memang selama ini aku impikan. Tapi masalah yang baru saja menimpaku seperti telah merenggut semua kebahagiaanku dan keberuntunganku itu.

Tak terasa air mata menetes deras di kedua pipiku. Aku menangis karena aku teringat akan semua kenangan-kenangan yang telah kulalui bersama Aga. Aga yang aku sayangi, Aga yang aku cintai kini telah membuatku patah hati dengan keputusannya untuk mengakhiri hubungan kami yang sudah berjalan hampir 1 tahun ini. Padahal selama ini aku selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untuknya.

“Tok..tok..tok. Mbak Cit, dipanggil bunda suruh makan”. Pembantu di rumahku mbak Sri telah membuyarkan lamunanku.
“Iya mbak. Sebentar !”aku menjawabnya.
Dengan segera kuseka air mataku yang telah menetes itu agar bunda tidak bertanya-tanya. Namun usaha yang telah aku coba ternyata sia-sia. Mataku membengkak besar. Membentuk garis hitam di bawah mata. Akhirnya tak kuhiraukan apa yang terjadi dengan mataku ini. Toh Bunda sebenarnya juga sudah mengetahui ini semua.

Aku menuruni anak tangga dengan lesu. Bunda yang sedari tadi sudah menunggu di meja makan melihatku seperti merasa prihatin dengan keadaanku hari ini.

“Nduk, makan dulu gitu lo. Jangan nangis ae. Kalo liat kamu gini bunda ya jadi ikut sedih to” kata Bunda ketika aku sudah sampai di tepi meja makan.
“Iya Bun. Ini juga mau makan” kataku pada Bunda seraya mencoba sedikit tersenyum.

Acara makan itu pun selesai. Dan aku sesegera mungkin kembali ke kamar mencoba menenangkan hati. Porsi makanku hari ini berbeda dari hari biasanya. Aku hanya makan 7 sendok saja. Itupun sudah membuat aku kenyang. Bunda hanya menggelengkan kepala melihatku.

Di kamar pikiranku semakin kacau. Kuputuskan saja untuk tidur sejenak. Barangkali setelah bangun tidur pikiranku ini sedikit lebih tenang. Aku pun tertidur pulas hingga tengah malam. Dan saat aku bangun aku seperti orang yang hilang pikiran. Aku hanya menatap langit-langit kamar dan pikiranku masih terbayang dengan Aga. Tak terasa air mataku menetes lagi. Aku tak kuasa untuk menahannya hingga akhirnya pagi pun menjelang.

Bunda membuka pintu kamarku untuk membangunkanku. Aku pun terbangun dan aku tak bisa menyembunyikan lagi apa yang terjadi denganku tadi malam. Mataku benar-benar terlihat membengkak sekali.
“nduk kamu habis nangis lagi ya ?” tanya Bunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar